Sabtu, 27 Jul 2024

Soal Bawang Impor, Waket DPD RI Pertanyakan RIPH dan Aturan Wajib Tanam bagi Importir

2 minutes reading
16 Des 2021

Jakarta – Meskipun dikenal sebagai negara tropis yang subur Dan kaya akan biodiversitas, Indonesia masih menjadi negara pengimpor bahan pangan dan hortikultura yang cukup tinggi di dunia. Khusus untuk komoditas hortikultura bawang putih, Indonesia bahkan menjadi negara pengimpor nomor satu dunia, dengan persentase yang hampir mencapai 25 % secara global.

Menyikapi hal tersebut, Wakil ketua dewan Perwakilan Daerah (DPD RI) Sultan B Najamudin mendorong Pemerintah untuk segera melakukan evaluasi terhadap Rekomendasi Import Produk Hortikultura (RIPH) terhadap puluhan importir bawang putih.

“Kita membutuhkan komoditi hortikultura penting seperti bawang putih, tapi harus sesuai ketentuan yang disepakati. Importir jangan hanya mengambil untung, tapi enggan berkomitmen memajukan pertanian dalam negeri”, ungkapnya melalui keterangan resminya pada Rabu (15/12).

Menurutnya, aturan wajib tanam 5 % dari RIPH bawang putih selama ini tidak banyak diindahkan oleh pengusaha importir. Dan justru meningkatkan potensi penyelundupan bawang putih, dan menyebabkan harga mengalami fluktuasi tajam.

Realisasi aturan wajib tanam bawang putih bagi para importir bawang putih yang mendapatkan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) 2020 masih jauh panggang dari api. Hingga April 2021, mayoritas atau 63 importir belum tuntas menjalankan kewajibannya. Kementerian Pertanian (Kementan) mencatat, hingga 22 Juni 2020 terdapat 48.705 ton bawang putih yang diimpor tanpa rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH).

“Pemerintah melalui kementerian pertanian dan perdagangan tentu harus bertanggung jawab atas praktek importasi yang terkesan tidak terkontrol ini. Ini tentu tidak adil bagi petani”, tegas mantan ketua HIPMI Bengkulu tersebut.

Selain itu, tambah Sultan, pihaknya mendorong agar lembaga pengawasan seperti BPK RI untuk melakukan audit terhadap setiap RIPH dan SPI setiap perusahaan import.

“Kami Minta BPK untuk mengaudit penerbitan SPI oleh dirjen perdagangan luar negeri, juga terhadap rekomendasi penerbitan SPI di departemen pertanian. Benar gak itu penerima SPI adalah perusahaan perusahaan yang telah memenuhi syarat. Benar gak itu diimport untuk kepentingan industri sesuai dengan peraturannya”, tanya Sultan.

Lebih lanjut, Sultan berharap agak pihak Penegak Hukum seperti kepolisian dan kejaksaan untuk ikut mengawasi praktek importasi bahan pokok makanan ini. Karena disinyalir ini terjadi praktek Kartelisasi oleh oknum tertentu dan mengorbankan petani di dalam negeri.

0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *