Minggu, 13 Okt 2024

Persoalkan Materi Tartib DPD 2024, Anggota: Terdapat Pasal Titipan Pihak Luar

3 minutes reading
06 Jul 2024

Yogyakarta – Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) di Keraton Ballroom, Hotel Royal Ambarrukmo Yogyakarta, Sabtu 6 Juli 2024. FGD yang diikuti oleh lebih dari 40 orang Senator dari seluruh Indonesia ini bertema Optimalisasi Peran dan Fungsi DPD RI dalam Mewujudkan Aspirasi dan Kepentingan Daerah.

FGD ini menyoroti kecil peran DPD akibat keterbatasan kewenangan yang diberikan oleh konstitusi dan undang-undang. Hal ini tentu tidak adil dan tidak ideal bagi negara yang menerapkan sistem parlemen bikameral.

“Struktur ketatanegaraan perlu diperbaiki. Bila secara amandemen dianggap terlalu sulit, maka bisa diperbaiki melalui revisi Undang-Undang atau peraturan lain yang terkait dengan fungsi dan kewenangan DPD”, ujar wakil ketua DPD Sultan B Najamuddin dalam sambutannya.

Dalam diskusi yang dihadiri juga oleh Ahli Hukum Tata Negara Arifin Mochtar itu, para politisi senior bersuara lantang dan memberikan masukan kepada para calon pimpinan DPD 2024-2029.

Senator Filep Wamafma, Fadel Muhammad, Teras Narang, Anna Latuconsina, dan Hasan Basri tak segan memberikan kritik ke dalam, termasuk untuk Perbaikan Kepemimpinan dan organisasi DPD RI.

Mereka menekankan pentingnya menyusun strategi penguatan lembaga DPD dengan kenyataan politik. Bagaimana pimpinan DPD RI juga harus berkolaborasi dengan anggota. Selain itu juga dibutuhkan kerjasama dengan pemerintah, karena memang banyak keputusan yang hanya bisa dieksekusi oleh Pemerintah.

Koordinasi antara pimpinan dan anggota juga sangat dibutuhkan, termasuk kesadaran posisi antara DPR, DPD, MPR dan juga pemerintah. DPD harus berfungsi secara maksimal dan bisa berkolaborasi dengan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Bentuk pelaksanaan Administrasi Publik modern membutuhkan proses collaborative government, yang akan sangat membutuhkan peran DPD RI.

Para Senator menegaskan bahwa DPD RI berstatus kolektif kolegial, sehingga pimpinan dan anggota, mempunyai statusnya yang sama. Anggota DPD harus memperhatikan kepentingan daerah dan kepentingan nasional. Sikap kritis harus dipertahankan, jangan malah dimatikan.

Kritis harus bersifat konstruktif bukan sebaliknya. Harus diperhatikan bahwa Senator tidak boleh berpikir menang-kalah, tetapi harus berpikir dengan semangat gotong royong dan penuh kesantunan.

Secara khusus para senator menyoroti fungsi alat kelengkapan DPD RI. Mereka sepakat bahwa Pansus Tatib DPD RI harus dievaluasi, baik proses yang dilaksanakan maupun hasil yang didapat. Banyak poin keputusan yang ditambahkan atau dihilangkan tanpa ada kesepakatan.

Disinyalir ada pihak luar yang ikut mengatur hasil keputusan pansus tatib. Panitia tatib digunakan untuk kepentingan politik, dan malah menjegal anggota yang lain. Ada banyak titipan politik dari pihak-pihak luar yang ditujukan untuk membatasi Gerakan anggota DPD.

Bahkan untuk kegiatan perjalanan ke luar negeri dan kunjungan ke daerah juga dibatasi secara tidak wajar oleh oknum kesekretariatan. Dalam diskusi juga dibahas secara detail terkait kepemimpinan di DPD RI termasuk kebutuhan akan pimpinan yang berintegritas.

Setiap anggota tentu mempunyai masa lalu, tetapi kesalahan karena perbedaan politik bukanlah sesuatu yang tidak bisa dimaafkan.

Mereka mencontohkan, ada anggota DPR yang dulu pernah dipenjara selama 9 tahun, tetapi tidak kehilangan haknya, karena kesalahannya adalah karena melawan rezim politik yang sedang berkuasa.

Pimpinan jangan ditempatkan terlalu tinggi, jangan disakralkan. Pimpinan adalah speaker, menyuarakan suara keseluruhan anggota.

Selain itu, muncul ide wacana tentang pemisahan Undang-Undang MD3. Dibutuhkan Undang-undang terpisah untuk DPR, DPD dan MPR untuk mendorong peningkatan peran dan kewenangan masing-masing lembaga perwakilan tersebut.

Acara FGD ini kemudian dilanjutkan dengan ramah tamah dan makan siang bersama Sultan Hamengkubuwono 10 dan GKR Hemas di kediaman Sultan yaitu Kraton Kilen. Seluruh pembicara dan peserta diskusi tampak menikmati acara dan berbincang-bincang dengan penuh semangat bersama Raja Jogja tersebut.

Sultan Hamengku Buwono X memang sudah terbiasa dalam beramah tamah dan bertukar pikiran dengan politisi nasional, termasuk ketiga calon presiden, sebelum pemilu kemarin.

0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *