Jakarta – Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Sultan B Najamudin mengomentari perdebatan panas antara pemerintah dan calon presiden dari koalisi perubahan Anies Baswedan terkait kebijakan subsidi mobil listrik.
Menurut senator Sultan, kebijakan subsidi mobil listrik kepada masyarakat kelas menengah atas jelas tidak tepat dilakukan pemerintah jika bertujuan untuk mengurangi penggunaan mobil konvensional yang berkontribusi pada peningkatan emisi karbon. Subsidi tersebut tidak memiliki pengaruh yang siginifikan dan justru meningkatkan volume kendaraan di setiap kota.
“Kami tidak bermaksud membela siapapun, tapi kebijakan ini berpotensi gagal menekan gas rumah kaca (GRK) dan hanya merugikan keuangan negara. Kami bahkan telah mengusulkan agar dilakukan skema tukar tambah mobil listrik dengan mobil konvensional sehingga tidak terjadi ledakan jumlah mobil di kota-kota besar”, tegas Sultan melalui keterangan resminya pada Senin (15/05).
Jawaban atas kritik Pak Anies, kata Sultan, lebih merupakan respon politis pemerintah yang tidak menjawab esensi kritik yang disampaikan oleh mantan Gubernur DKI Jakarta itu. Sebagai negara dengan luasan hutan yang cukup besar, Indonesia tidak perlu memaksakan diri menghamburkan APBN secara tidak efisien demi komitmen pada penurunan emisi karbon.
“sebaiknya pemerintah menggunakan pendekatan lain yang lebih efektif untuk menunjukkan komitmen global penurunan suhu bumi saat ini. Salah satunya dengan menghentikan konversi lahan hutan menjadi lahan perkebunan sawit dan proyek food estate, termasuk untuk area pertambangan”, tegasnya.
Selain itu, sambung mantan Wakil Gubernur Bengkulu itu, pemerintah perlu segera menyuntik mati pembangkit listrik tenaga uap secara bertahap. Dan mempercepat proses transisi energi, dari energi fosil menjadi energi baru terbarukan.
“Kebijakan Pemerintah pada sektor transportasi dan pengurangan emisi karbon harusnya dilandasi oleh semangat agar Kepemilikan kendaraan pribadi dikurangi secara signifikan. Dan secara konsisten dan tegas melakukan uji emisi karbon terhadap semua jenis kendaraan, khususnya di wilayah perkotaan”, urainya.
Sehingga Sultan mendorong agar Pemerintah perlu mawas diri dan mempertimbangkan kembali kebijakan yang menggerus APBN dalam jumlah yang cukup besar itu. Tidak semua negara yang menerapkan kebijakan subsidi mobil listrik, sukses menekan penggunaan mobil konvensional bahkan dalam jumlah yang sangat kecil.
Mengutip artikel CNBC Indonesia (6/32023), Amerika Serikat menjadi negara yang dinilai gagal dalam menerapkan kebijakan subsidi mobil listrik. Peneliti Harvard University, Ashley Nunes, dalam jurnal berjudul “Re-thinking Procurement Incentives for Electric Vehicles to Achieve Net-zero Emissions” (Nature, 2022). Penelitian itu menyimpulkan kalau kebijakan subsidi listrik untuk menggenjot penjualan EV di Paman Sam justru meningkatkan emisi gas rumah kaca, alih-alih menguranginya.
Diketahui, besaran subsidi motor listrik pada 2023 sebesar Rp 1,4 triliun. Lalu pada 2024 naik menjadi Rp 4,2 triliun untuk 600 ribu unit.
Sementara total subsidi mobil listrik pada 2023 sebesar Rp 1,6 triliun. Kemudian pada 2024 meningkat menjadi Rp 4,9 triliun. Bus listrik juga akan mendapat subsidi dari pemerintah sebanyak Rp 48 miliar. Lalu pada 2024 naik menjadi Rp 144 miliar.