Jakarta – Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sultan B Najamudin meminta Pemerintah untuk berhati-hati dalam menetapkan kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi jenis solar dan Pertalite dengan memperhatikan potensi ancaman inflasi.
“Menahan laju inflasi sesuai target di tengah tekanan fiskal menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah. Tapi saya kira itu harus dipertimbangkan untuk menjaga daya beli masyarakat kelas menengah bawah yang secara pendapatan masih sangat rentan”, ungkap Sultan melalui keterangan resminya pada Kamis (25/08).
Menurutnya, tidak seperti negara maju, gejolak inflasi sangat signifikan terhadap kemampuan pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat Indonesia. Kenaikan harga energi yang akan berdampak luas. Hal ini diperparah dengan kebijakan moneter BI yang menaikan suku bunga Bank.
“Bauran kebijakan fiskal dan moneter yang dinilai baik dalam meredam inflasi ini akan memiliki resiko sosial ekonomi bagi masyarakat kelas menengah. Jangan sampai angka pengangguran dan kemiskinan justru akan meningkatkan”, tegas mantan ketua Kadin Bengkulu itu.
Lebih lanjut Sultan mendorong Pemerintah untuk mempertahankan kebijakan subsidi energi meski harus mengurangi porsi bantuan sosial langsung kepada masyarakat. Namun harus juga diikuti dengan peningkatan sistem pengawasan distribusi energi bersubsidi, baik BBM maupun gas LPG sehingga bisa tepat sasaran.
Pendapatan perkapita masyarakat Indonesia yang hanya sekitar 4 ribu Dollar ini tidak cukup kuat untuk menahan gejolak inflasi. Hal itu akan menggerus daya beli masyarakat.
“Kami harap Pemerintah tidak perlu melakukan eksperimen kebijakan energi yang beresiko di situasi global yang belum pulih. Kita tentu tidak ingin mimpi buruk krisis ekonomi dan politik 1998 yang diakibatkan oleh inflasi terjadi lagi saat ini”, tutupnya.
Bank Dunia melaporkan produk domestik bruto (PDB) per kapita Indonesia sebesar US$4,29 ribu atau setara Rp62,24 juta pada 2021. Dengan demikian, pendapatan masyarakat Indonesia sebesar US$4,29 ribu per penduduk pada tahun lalu.
Dengan nilai tersebut, PDB per kapita Indonesia tersebut berada di posisi ke-5 di kawasan Asia Tenggara (ASEAN) di bawah Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia dan Thailand. Posisi Indonesia berada di bawah Thailand yang memiliki PDB per kapita US$7,23 ribu dan di atas PDB per kapita Filipina yang sebesar US$3,55 ribu.
Pendapatan per kapita ini dinilai berdasarkan paritas daya beli. Paritas daya beli ini digunakan untuk menentukan produktivitas ekonomi dan standar hidup di antara negara-negara di dunia dalam waktu tertentu.