Senin, 30 Des 2024

Draft RUU Pemilu; Kenaikan Ambang Batas Parlemen

3 minutes reading
13 Jul 2021

Beritaenam.com— Draft revisi Undang-Undang Pemilu (RUU Pemilu) sudah masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2021.

Terdapat beberapa perubahan mengenai pemilu dibanding Undang-Undang sebelumnya, yakni UU Nomor 7 tahun 2017.

Dalam draft yang akan dibahas oleh DPR ada beberapa poin penting perubahan yang akan diusulkan, misalnya tentang pelaksanaan pemilu nasional yang akan digelar 2024.

Soal larangan eks HTI dilarang untuk berpartisipasi sebagai peserta pemilihan calon, calon anggota legislatif hingga calon kepala daerah, syarat pendidikan capres-caleg minimal lulusan perguruan tinggi.

Hingga capres wajib masuk (anggota) partai politik, sanksi mahar capres,  ambang parliamentary threshold menjadi 5 persen, ambang batas tingkat DPRD dan wacana menggunakan E-voting.

Wacana RUU Pemilu ini menuai berbagai macam pro dan kontra masyarakat, baik pengamat, akademi, politisi bahkan tokoh-tokoh organisasi kemasyarakatan di Indonesia.

Melalui keterangan tertulisnya, Wakil Ketua DPD RI Sultan B Najamudin juga ikut memberikan opini terhadap usulan perubahan tersebut.“Kehidupan demokrasi kita harus bergerak progresif ke arah kemajuan,” ujar Sultan B Najamudin, Sabtu (30/01/2021).

Sultan menyebut, kehidupan politik kita harus mampu bertransformasi menuju demokrasi substansial. Dan RUU Pemilu yang akan dibahas oleh DPR bukan akhir dari perbaikan demokrasi kita.

Tapi, Sultan menandaskan, harus dijadikan landasan pijakan awal (starting point) yang tepat”. Dan saat ini, poin-poin krusial dalam draft revisi sudah berada pada jalur yang tepat,

Selain itu senator muda asal provinsi Bengkulu ini juga menambahkan, bahwa regulasi yang dihadirkan harus mampu meminimalisir serta menghadirkan konsekuensi hukum bagi praktek-praktek buruk.

Yang dimaksud buruk adalah dalam pemilu (mahar, money politic, abouse of power, isu identitas, keberpihakan penyelenggara, politik dinasti, dll) yang sudah pasti tentu menciderai demokrasi.

“Untuk demokrasi yang baik ada persyaratan yang harus dipenuhi oleh negara, yaitu adanya kebebasan berserikat dan menyampaikan pikiran, akuntabilitas publik, transparansi, prinsip mayoritas,” kata Sultan.

Pemilu yang teratur serta persamaan kedudukan untuk semua warga negara, partisipasi yang terbuka untuk semua rakyat, tumbuhnya civil society, hingga siklus pergantian kepemimpinan yang teratur.

Termasuk antara lain, penyelesaian konflik secara damai, serta menjunjung tinggi perbedaan, peradilan yang bebas dan mandiri, dan adanya kebebasan pers. Dan ruh RUU Pemilu saat ini sudah kearah sana,” tambah Sultan.

Dalam keterangannya Sultan B Najamudin juga menyoroti khusus mengenai poin kenaikan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) dari 4 persen menjadi 5 persen.

Menurutnya hal tersebut adalah salah satu kebutuhan dalam kepemiluan kita.

Untuk membentuk sistem presidensial yang kuat dibutuhkan dukungan parlemen yang dapat menjadi “mitra kritis” agar pemerintahan dapat berjalan efektif.

Saat ini pemerintah kita menunjukkan upaya  menata kembali sistem pemilu kita agar menghasilkan partai politik minimal dalam kuantitas, tapi optimal dalam menjalankan fungsi-fungsinya.

“Idealnya mungkin cukup dengan 5-7 partai politik”, sambungnya.

Senator ini menilai hampir semua partai politik yang ada di Indonesia masih memiliki (platform arah program) yang sama dan tidak jauh berbeda bagi publik.

“Justru dengan keinginan bahwa revisi Undang-Undang ini tidak berubah tiap 5 tahun sekali dan bisa digunakan selama 15 hingga 25 tahun kedepan,” ujar Sultan. Maka, bila perlu ambang batas ini bisa dinaikkan lagi.

Loh?

Iya,  bukan hanya 5 persen, tapi 7-9 persen. “Dan ini adalah opsi yang tepat”, tegas pria yang akrab dipanggil SBN tersebut.

Selain menaikkan ambang batas parlemen, Sultan memaparkan, yang perlu menjadi pertimbangan pemikiran kita bersama adalah memastikan parlemen tetap kuat menjalani peran legislatif di tengah dominasi koalisi pemerintah.

“Nantinya yang berefek pada penguatan demokrasi kita,” jelas Sultan.

Jadi sebenarnya perbaikan ked epan bukan hanya terbatas pada prosedural tekhnis semata (jumlah kursi di parlemen).

Akan tetapi, yang lebih penting bagaimana memastikan kualitas hasil Pemilu dengan mendorong parpol untuk berbenah serius dalam mempersiapkan sistem di tubuhnya.

“Agar terjadi regenerasi kepemimpinan nasional yang bertekad mewujudkan misi kebangsaan kita bersama,” Sultan memberi masukan. (*)

0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *