Jakarta – Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sultan B Najamudin menilai terdapat timpang tindih tanggung jawab dan ketidakefektifan kinerja lembaga dan BUMN yang berkaitan dengan urusan pangan Nasional saat ini.
Hal ini disampaikan mantan ketua HIPMI Bengkulu itu menyusul terjadi kenaikan harga bahan kebutuhan pokok utama seperti beras dan minyak goreng curah secara terus-menerus. Bahkan, jauh melampaui batas harga yang ditetapkan pemerintah (harga eceran tertinggi/HET).
“Pemerintah harus sebaiknya melakukan evaluasi dan audit terhadap BUMN Bulog dan Badan Pangan Nasional. Dan Kami menyusu agar pemerintah harus memilih salah satu dari keduanya, atau dilakukan merger kedua lembaga ini,” ujar Sultan melalui keterangan resminya pada Jum’at (03/02).
Menurutnya, akibat kinerja yang lamban, terjadi kekacauan manajemen ketersediaan dan inflasi bahan pangan secara Nasional. Kami terus memantau pola kinerja dan kolaborasi antara kementerian perdagangan dengan kedua lembaga yang ditugaskan untuk memastikan pasokan dan keterjangkauan harga pangan ini.
“Kami menyimpulkan bahwa, kenaikan harga bahan pangan pokok saat ini bukan saja disebabkan oleh adanya dugaan praktek mafia pangan di internal Bulog dan BPN. Tapi juga akibat dari tumpang tindih tanggung jawab dan kewenangan dari kedua institusi yang tentu saja memiliki kepentingan bisnis,” tegasnya mantan Wakil Gubernur Bengkulu itu.
Keduanya, kata Sultan, sama-sama berperan sebagai lembaga profit dalam proses pengadaan dan penyaluran bahan pangan. Sehingga kepentingan bisnis cenderung dikedepankan daripada memprioritaskan penugasan menjaga supplai dan harga pangan oleh pemerintah.
“Urusan pangan harus dibuat sederhana, efisien dan efektif. Keberadaan Bulog dan BPN sekaligus, hanya akan memperpanjang mata rantai distribusi dan memperumit akibat mekanisme yang birokratis,” ujar Sultan.
Oleh karena itu, lanjut Sultan, dalam rangka menjaga kepastian dan stabilitas ketersedian dan keterjangkauan harga pangan pokok, kami mengusulkan agar pemerintah melakukan evaluasi BB terhadap salah satunya, atau melaksanakan penggabungan manajemen antara Bulog dan BPN.
“Karena semakin banyak lembaga yang terlibat dalam urusan pangan, maka peluang penyelewengan dan ketidakefektifan semakin tinggi. Akibatnya tujuan utama ketahanan pangan nasional menjadi sulit untuk dicapai oleh pemerintah,” tutupnya.
Jika merujuk pada Pasal 3 Perpres No. 66/2021, Badan Pangan Nasional menjalankan fungsi pelaksanaan pengadaan, pengelolaan, dan penyaluran cadangan pangan pemerintah melalui BUMN di bidang pangan.
Selain itu, Pasal 29 menyebutkan bahwa Kementerian BUMN menguasakan kepada Kepala Badan Pangan Nasional untuk memutuskan penugasan Perum Bulog dalam rangka pelaksanaan kebijakan pangan nasional. Artinya, ketentuan mengenai jumlah pengadaan Bulog dalam rangka menjaga ketersediaan pangan akan diatur melalui Badan Pangan Nasional.