Jakarta – Panitia Khusus Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer (GTKH) DPD RI meminta Presiden Joko Widodo menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) untuk mengangkat guru honorer yang berusia lebih dari 40 tahun, dengan masa pengabdian minimal 15 tahun, menjadi PNS tanpa melalui tes.
Rekomendasi itu dibacakan oleh Ketua Pansus Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer DPD RI, Tamsil Linrung, dalam Sidang Paripurna Ke-6 DPD RI Masa Sidang II Tahun Sidang 2021-2022, di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Kamis (16/12/2021).
“Afirmasi ini penting, sebagai apresiasi negara terhadap mereka yang telah menyisihkan hampir separuh hidupnya mendidik generasi bangsa meski negara memperlakukan mereka di luar batas kewajaran,” ujar Tamsil Linrung.
Selain Keppres, ada beberapa rekomendasi dari Pansus GTKH DPD RI, antara lain agar Presiden Joko Widodo responsif terhadap isu pelanggaran Hak Asasi Manusia yang selama ini terjadi, khususnya pelanggaran hak-hak guru honorer.
“Komnas HAM telah melaporkan sejumlah temuan terindikasi pelanggaran HAM atas guru honorer kepada Presiden. Namun, Presiden belum merespon laporan tersebut,” lanjut Tamsil.
Selanjutnya, Pansus berharap Presiden menginisiasi rancangan grand design atau blue print tentang guru. Cetak biru ini berguna untuk memetakan seluruh persoalan guru Indonesia, baik kebutuhan guru, sebaran guru, jenjang karir, kesejahteraan, dan semua hal terkait guru dari hulu ke hilir, dari masalah sinkronisasi data hingga aplikasi lapangan.
“Pembuatan grand design harus melibatkan seluruh kementerian terkait, organisasi profesi guru, pakar pendidikan dan seluruh stakeholder yang berkepentingan,” tutur Senator asal Sulawesi Selatan itu.
Perlu juga Presiden memikirkan peraturan yang menjadi dasar hukum guru honorer. Karena pelaksanaan program PPPK tidak serta merta dapat menampung atau menerima seluruh guru honorer.
“Artinya, dalam beberapa tahun ke depan, eksistensi guru honorer masih akan ditemui di lapangan, sementara UU yang ada saat ini tidak lagi mengenal istilah guru honorer,” jelasnya.
Kemudian Kemendikbud Ristek harus mengevaluasi dan membenahi proses pelaksanaan program PPPK dengan menyesuaikan passing grade atau nilai ambang batas yang dinilai terlalu tinggi.
“Presiden dan kementerian terkait sebaiknya merevisi aturan perundang-undangan yang tidak sejalan dengan upaya mensejahterakan guru dan memperjelas status guru honorer menjadi ASN,” papar dia.
“Tak kalah penting alokasi dana pendidikan 20 persen dari APBN harus mendapatkan prioritas untuk pemenuhan kesejahteraan guru,” sambungnya.
Pansus juga meminta agar pengangkatan guru dan tenaga kependidikan honorer harus dituntaskan pada 2023.Peran Pemda dalam pembiayaan sertifikasi guru sesuai Permendikbud Nomor 37 Tahun 2017 tentang Sertifikasi Guru dalam jabatan juga harus ditingkatkan.
“Terakhir, Pansus merekomendasikan agar model sertifikasi guru dalam jabatan atau honorer dikembalikan melalui Portofolio atau penilaian kinerja untuk efisiensi waktu dan biaya,” ucapnya.
Diketahui Pansus Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer DPD RI lahir oleh keprihatinan DPD RI terhadap kondisi sebagian guru dan tenaga kependidikan di tanah air. Terutama mereka yang masih berstatus tenaga honorer serta memiliki masa bakti yang sudah cukup lama.
“Di sisi lain belum adanya perhatian serius dari Pemerintah terhadap status kepegawaian tenaga kependidikan yang masih terabaikan oleh perhatian pemerintah, padahal tenaga kependidikan juga memiliki peranan penting dalam mendukung terselenggaranya sistem pendidikan yang baik dan berkualitas,” tegasnya.
Pansus GTKH DPD RI berharap Laporan Pansus disahkan menjadi produk DPD RI dan selanjutnya disampaikan kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti.
“Kami ingin ini tidak sekadar menjadi dokumen administrasi kelembagaan semata. Lebih dari itu, hasil kerja Pansus merupakan pijakan penting ke depan untuk memperbaiki mutu pendidikan Indonesia dan secara khusus menata pengelolaan guru sebagai elemen fundamental membangun sektor pendidikan,” katanya. (***)
Sya selaku guru honorer disekolah swasta merasa kecewa kebijakan menteri pendidikan dimana kami pengabdian sejak tahun 2008 sampai sat ini blm ada kepastian yg jelas,lebih menyakitkan bahkan frustrasi dimana guru PGSD yg masuk di tahun 2015 krn ada serdikya bisa pengangkatan, sekali lagi sy minta dgn rendah hati kpd pemangku kebijakan dlm hal ini mentri pendidikan angkatlah status kami menjadi pns atau p3k, tampa harus tes, krn kami sudah menguraskan enerjik, tenaga dan pikiran kami bagi anak2 bgs,kapankah kami menjadi “merdeka”dinegara nkri ini,sementara dari biaya kehidupan keluarga sangat tidak mencukupi kebutuhanya, biaya pendidikan anak yg masuk dijenjang sma, smp,sd, tidak bisah biayah, krn gaji hanya dpt perbln 700 ribu itupun tidak setiap bln, blm makan sehari hari